GAMBARAN KESEHATAN JAMAAH HAJI EMBARKASI SOLO (SOC) PASCA PENERAPAN “HAJI RAMAH LANSIA” TAHUN 2024

Penulis : Imam Abrori dan Badar Kirwono

A. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara yang mengirimkan jamaah haji terbanyak di dunia. Setiap tahunnya Indonesia mengirimkan sekitar 200.000 orang untuk melaksanakan ibadah haji ke tanah suci.1 Ibadah haji sering disebut sebagai ibadah jasmani, artinya hampir semua kegiatan ibadah haji dilakukan secara fisik.2 Kegiatan fisik yang dihadapi dalam ibadah haji antara lain: seluruh rangkaian ibadah haji, kepadatan jamaah haji, kemacetan lalu lintas, kondisi geografis, iklim ekstrem, dan ancaman penyakit yang dapat menjadi faktor risiko terjadinya penularan penyakit, bahkan kematian.3

Dalam rangka perlindungan terhadap jamaah haji agar dapat melaksanakan ibadahnya sesuai dengan ketentuan syariat Islam perlu dilakukan pembinaan kesehatan haji untuk mewujudkan istithaah kesehatan jamaah haji.4 Isthitaah adalah kemampuan jamaah untuk menunaikan ibadah haji lahir, batin, terpelihara dan selamat, tanpa mengabaikan tanggung jawabnya terhadap keluarga. Sedangkan isthitaah kesehatan jamaah adalah kemampuan jamaah dari segi kesehatan yang meliputi pemeriksaan fisik dan mental yang terukur dengan pemeriksaan yang bertanggung jawab agar jamaah dapat menjalankan ibadahnya sesuai dengan perintah agama Islam.2
Setiap tahunnya lebih dari 50% jamaah haji Indonesia yang berangkat ke tanah suci merupakan jamaah haji dengan kategori risiko tinggi (risti) yaitu jamaah yang memiliki setidaknya satu penyakit komorbid dan/atau berusia >60 tahun. Tingginya persentase jamaah risti dan perbedaan kondisi lingkungan antara Indonesia dan Arab Saudi berdampak pada peningkatan derajat kerentanan yang mempengaruhi angka kesakitan dan kematian jamaah saat berada di tanah suci.5

Pada Tahun 2023 sebanyak 64% jamaah yang dikirim adalah jamaah usia lanjut. Jumlah lansia yang cukup banyak membuat Kementerian Agama mengangkat tema “Haji Ramah Lansia”. Tema ini bertujuan membuat para jamaah haji tersenyum bisa menunaikan ibadah haji setelah tertunda 2 tahun akibat kebijakan pandemi Covid-19. Dengan haji ramah lansia diharapkan ibadah haji tanpa pendampingan seharusnya dapat menjadikan kelancaran ibadah haji pada musim haji ini.1 Tetapi, angka kematian Tahun 2023 melonjak hamper empat kali lipat dibandingkan musim haji Tahun 2022.

Angka kematian jamaah haji Indonesia Tahun 2017 sebesar 298 per 100.000 jamaah. Tahun 2018, angka kematian mengalami penurunan menjadi 175 per 100.000 jamaah, kemudian mengalami kenaikan kembali pada Tahun 2019 menjadi 196 per 100.000 jamaah. Selama Tahun 2020 dan 2021 tidak ada keberangkatan haji kemudian keberangkatan perdana jamaah haji selama Covid-19 pada Tahun 2022 menurunkan angka kematian haji menjadi 90 per 100.000 jamaah. Pada Tahun 2023 mengalami kenaikan angka kematian menjadi 338 kematian per 100.000 jamaah (Tabel 1). Apabila dibandingkan dengan kejadian kematian saat berhaji di negara lain seperti Malaysia, India atau Bangladesh pada Tahun 2017 dan 2019, kematian jamaah haji Indonesia masih cukup tinggi yaitu mencapai 200 jamaah haji yang wafat per 100.000 jamaah yang melaksanakan ibadah haji. Berikut ini data kematian Jamaah haji Indonesia dari Tahun 2017-2023.5

Tabel 1. Kematian Jamaah Haji Indonesia Tahun 2017-2023 5
2017 2018 2019 2022 2023
Jamaah berangkat 221.000 221.000 231.000 100.051 229.000
Jumlah kematian 658 389 453 89 774
Angka kematian (per 100.000 jamaah) 298 175 196 90 338

Angka kematian jamaah haji khusus di Embarkasi Solo (SOC) Tahun 2022 sebesar 116 per 100.000 jamaah, angka ini meningkat tiga kali lipat menjadi 371 per 100.000 jamaah pada Tahun 2023. Meningkatnya angka kematian tersebut salah satunya dipengaruhi kebijakan penambahan proporsi untuk jamaah haji usia lanjut (di atas 60 tahun)

Tabel 2. Kematian Jamaah Haji Embarkasi SOC Tahun 2022 – 2023

2022 2023
Jamaah berangkat 15.457 35.317
Jumlah kematian 18 131
Angka kematian (per 100.000 jamaah) 116 371
Sumber: Asikhaji

Adanya peningkatan kematian di Tahun 2023, penyelenggaran haji pada Tahun 2024 mengusung tema “Haji Ramah Lansia” dengan tetap menguatkan istitaah kesehatan haji sebagai salah satu upaya pemerintah yang bertujuan menjamin keselamatan dalam menjalankan ibadah haji di tanah suci. Pemeriksaan kesehatan haji dilakukan 3 bulan sebelum pemberangkatan ke tanah suci. Dalam hal ini guna mengantisipasi apabila terdapat jamaah yang menderita penyakit kronis dapat diobati terlebih dahulu sehingga tidak merasakan kecewa ketika mengetahui sakit ketika telah di asrama haji.1
Status istitaah kesehatan yang terpenuhi akan menyelamatkan jamaah dari situasi yang mengancam kesehatan dan keselamatan di tanah suci. Oleh sebab itu, setiap jamaah perlu menyiapkan diri untuk memiliki status kesehatan yang istitaah (mampu) dan mempertahankan kesehatan tersebut. Pemeriksaan kesehatan sebelum

(Gambar 1. Distribusi jamaah haji berdasarkan jenis kelamin)

Gambar 2 menampilkan proporsi jamaah risiko tinggi berdasarkan jenis kelamin. Dimana sebagian besar 31.653 jamaah (88%) merupakan jamaah dengan risiko tinggi, sedangkan sisanya sebanyak 4.350 jamaah (12%). Dari jumlah jamaah risiko tinggi lebih dari separo (53%) adalah jamaah haji perempuan. Namun jika dilihat proporsinya masing-masing jenis kelamin, sebenarnya proporsi jamaah risti antara perempuan dan laki-laki hampir sama yaitu berkiras 87,3%-88,6%.

(Gambar 2. Distribusi sataus jamaah berdasarkan jenis kelamin)
Definisi jamaah risti di sini adalah jamaah memiliki riwayat penyakit saat pemeriksaan dan/atau berusia ≥60 tahun, sedangkan non risti adalah jamaah yang tidak memiliki riwayat penyakit saat pemeriksaan dan/atau berusia <60 tahun.5 Menurut Yusri (2020) bahwa jenis kelamin merupakan faktor risiko terhadap status kebugaran jasmani. Calon jamaah haji perempuan 2,1 kali untuk memiliki status lebih lemah kebugaran jasmani dibandingkan calon jamaah laki-laki. Kebugaran jasmani ini disebabkan oleh anatomi dan pola gerak serta aktivitas yang teratur sehingga menyebabkan perbedaan kekuatan dan kelenturan otot.6

(Gambar 3. Distribusi status lansia jamaah haji berdasarkan jenis kelamin)

Gambar 3 menampilkan proporsi status lansia jamaah berdasarkan jenis kelamin. Dimana sebagian besar 22.079 jamaah (61%) merupakan jamaah non lansia (usia <60 tahun), sedangkan sisanya sebanyak 13.924 jamaah (39%) adalah jamaah lansia (usia ≥60 tahun). Jika dilihat proporsi jamaah lansia tiap jenis kelamin, jamaah laki-laki mempunyai proporsi jamaah lansia lebih besar (42,1%) jika dibandingkan dengan proporsi jamaah perempuan yang hanya (35,7%).

(Gambar 4. Distribusi 5 besar penyakit pada pemeriksaan akhir)

Penyakit hipertensi menjadi jenis penyakit tertinggi (11.655 jamaah) pada pemeriksaan akhir (tahap III), dilanjut gangguan metabolisme lipoprotein sebanyak 11.442 jamaah, DM non insulin sebanyak 4.691 jamaah, kardiomegali sebanyak 4.652 jamaah, dan penyakit jantung hipertensi sebanyak 1.131 jamaah (Gambar 4).

(Gambar 5. Distribusi jenis pemeriksaan laboratotium pemeriksaan akhir berdasarkan jenis kelamin)

Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan untuk menunjang pemeriksaan akhir (tahap III) untuk menguatkan hasil diagnosis yang dilakukan oleh dokter. Adapun pemeriksaan laboratorium tersebut meliputi: pemeriksaan gula darah sewaktu sebanyak 1.118 jamaah, pemeriksaan kadar haemoglobin sebanyak 209 jamaah dan pemeriksaan BTA sebanyak 76 jamaah. Berdasarkan jeneis kelamin jumlah agregat pemeriksaan kadar haemoglobin dan GDS nya lebih banyak pada jamaah perempuan yaitu sebanyak 148 jamaah dan 587 jamaah, namun untuk pemeriksaan BTA lebih banyak pada jamaah laki-laki sebanyak 51 jamaah.

Hasil pemeriksaan laik terbang yang disajikan pada Gambar 6 merupakan hasil pemeriksaan status laik terbang sementara sesaat setelah selesai pemeriksaan terhadap jamaah selesai. Dimana jumlah jamaah yang tidak laik terbang sementara sebanyak 249 jamaah (1%). Dari sejumlah 249 jamaah tersebut biasanya memerlukan tindakan pemeriksaan lanjut, observasi bahkan rujukan ke rumah sakit. jIka dilihat proporsi berdasarkan jenis kelamin lebih banyak laki-laki (76 per 10.000 jamaah) dibandingkan jamaah perempuan (63 per 10.000 jamaah).

(Gambar 6. Distribusi status laik terbang pada awal pemeriksaan tahap III berdasarkan jenis kelamin)

Proporsi jumlah kunjungan jamaah ke poliklinik antara jamaah laki-laki dan perempuan hampir berimbang yakni kurang lebih separohnya (antara 49%-51%). Kunjungan poliklinik ini mencakup jamaah yang yang perlu pemeriksaan lebih lanjut setelah pemeriksaan akhir selesai, jamaah yang perlu dilakukan observasi dan jamaah yang dilakukan isolasi serta rujukan ke rumah sakit (Gambar 7).


Gambar 7. Distribusi kunjungan poliklinik berdasarkan jenis kelamin

Gambar 8 menyajikan jenis penyakit tertinggi pada kunjungan poliklinik, dimana jumlah penyakit tertinggi sebagai berikut: hipertensi (473 jamaah), DM (273 jamaah), gangguan metabolisme lipoprotein (30 jamaah), kardiomegali (26 jamaah), DM dengan insulin (25 jamaah). Jika dilihat dari jenis kelamin, angka agregatnya hampir semua jenis penyakit cenderung lebih besar pada jamaah perempuan, namun jika dilihat proporsi masing-masing jenis kelamin justru lebih besar pada jamaah laki-laki.


Gambar 8. Distribusi 10 besar penyakit pada kunjungan poliklinik

Tabel 3. Pengawasan jenis penyakit menulat berdasarkan kabupaten/kota
No Nama Kab/Kota Penyakit menular Jenis Penyakit
  1. Kab. Brebres 1 Konjungtivitis
  2. Kab. Klaten 1 BTA positif
  3. Kota Surakarta 1 Hepatitis
  4. Kab. Purworejo 1 Herpes Zooster
  5. Kab. Kulonprogo 1 Typhoid
  6. Kab. Grobogan 1 Konjungtivitis
  7. Kab. Pati 1 Herpes Zooster
  8. Kab. Demak 1 Konjungtivitis
  9. Kab. Pekalongan 2 Konjungtivitis, BTA positif
  10. Kab. Rembang 2 Konjungtivitis (2)
  11. Kab. Banjarnegara 2 Konjungtivitis, BTA positif
  12. Kab. Batang 2 HIV nonTB, Kolitis
  13. Kab. Magelang 2 Konjungtivitis (2)
  14. Kota Semarang 2 Hepatitis, Herpes
  15. Kab. Kebumen 3 Konjungtivitis (2), Dengue Fever

Berdasarkan Tabel 3 dapat diketahui bahwa terdapat 22 kasus penyakit menular antara lain: konjungtivitis, TB paru aktif, hepatitis, herpes, demam tipoid, HIV, colitis dan demam dengue. Terhadap penyakit menular terutama yang penularannya melalui kontak langsung dilakukan isolasi untuk diberikan pengobatan sampai dipastikan bahwa penyakit tersebut sudah tidak infeksius. Untuk penyakit Hepatitis, HIV dan demam thypoid dilakukan assessment terhadap kondisi fisik jamaah serta tingkat infeksius penyakit tersebut, hasil assessment memungkinkan jamaah untuk berangkat di bawah pengawasan petugas kesehatan kloter. Sedangkan untuk TB paru aktif ditunda keberangkatannya sampai hasil laboratorium BTA negatif.


Gambar 9. Trend jumlah kematian jamaah haji berdasarkan hari operasional Tahun 2022-2024

Gambar 9 disajikan trend jumlah kematian berdasarkam masa operasional haji selama Tahun 2022 sampai Tahun 2024. Terdapat peningkatan jumlah kematian yang signifikan pada Tahun 2023 yakni sebesar 123 jamaah jika dibandingkan dengan Tahun 2022 yang hanya sebesar 18 jamaah. Pada Tahun 2024 jumlahnya menurun menjadi 83 jamaah jika dibandingkan dengan Tahun 2023 namun masih lebih tinggi jika dibandingkan dengan Tahun 2022. Tahun 2022 adalah penyelenggaraan ibadah haji pertama kali pada masa pandemi Covid-19, dimana pada masa tersebut, ada pembatasan usia jamaah yang diperbolehkan mengikuti ibadah haji yakni tidak lebih dari 60 tahun. Setelah pandemik Covid dinyatakan berkahir terdapat kebijakan penambahan kuota bagi jamaah lansia sampai 64%. Jika dilihat berdasarkan hari operasional, kematian jamaah meningkat singnifikan mulai hari operasional ke-37 sampai hari ke-40, masa tersebut adalah masa puncak haji yaitu: Arafah, Musdalifah, dan Mina (Armuzna), setelah itu kematian terus bertambah hingga masa akhir operasional haji.

(Gambar 10. Distribusi kematian jamaah haji berdasarkan jenis kelamin)

Berdasarkan Gambar 10 dapat diketahui jumlah kematian lebih banyak pada jamaah laki-laki yaitu sebanyak 50 orang (60%) jika dibandingkan pada jamaah perempuan yang hanya sebanyak 33 orang (40%). Tingginya angka kematian pada jamaah laki-laki disebabkan beberapa hal antara lain jumlah proporsi lansia dan risti pada jamaah laki-laki lebih besar jika dibandingkan dengan jamaah perempuan (Gambar 11).


Gambar 11. Distribusi kematian jamaah berdasarkan jenis kelamin dan status lansia

Lansia merupakan fase menurunnya kemampuan akal dan fisik seseorang. Ini dibuktikan dengan menurunnya beberapa fungsi sistem pada tubuh manusia, diantaranya indera penglihatan dan pendengaran yang berkurang, mudah lelah dan mudah jatuh, daya ingat yang berkurang, gerakan menjadi lambat dan kurang lincah.1
Pada pelaksanaan haji pada tahun 2023 dan 2024, kelompok lansia menjadi prioritas pelayanan kesehatan saat di tanah suci sehingga proporsi jamaah haji lansia melonjak di tahun 2 tahun terakhir. Oleh karena itu, pelayanan kesehatan haji mengusung tagline “Haji Ramah Lansia”. Akan tetapi, beberapa masalah terkait operasional tetap terjadi di pelaksaan haji baik di Tahun 2023 maupun tahun 2024, yaitu kelelahan pada jamaah haji Indonesia yang memicu adanya dehidrasi. Kelelahan dan dehidrasi memperburuk jamaah lansia dengan risiko tinggi.5
Kematian jamaah haji yang terjadi dalam lima tahun pelaksanaan haji umumnya didominasi oleh laki-laki. Hal ini sejalan dengan beberapa studi sebelumnya bahwa kematian pada haji lebih banyak pada jamaah yang berjenis kelamin laki-laki. Laki-laki memiliki fisik yang lebih kuat dan berperan untuk bertaanggung jawab terhadap istrinya ataupun jamaah lanjut usia selama melaksanakan ibadah haji, terutama saat melaksanakan lempar jumroh. Sehingga hal ini bisa jadi salah satu faktor yang memperberat aktivitas fisik dan tanggung jawab jamaah laki-laki selama melaksanakan ibadah haji.5

Berdasarkan kelompok usia, jamaah haji yang wafat lebih banyak yang berumur >60 tahun atau masuk dalam kondisi lanjut usia (lansia). Banyaknya jamaah haji berusia lanjut dikarenakan oleh masa tunggu yang lama yaitu 15-35 tahun untuk dapat menunaikan ibadah haji. Pada setiap tahunnya, 30% dari keseluruhan jamaah haji adalah jamaah haji lansia. Tingginya jumlah jamaah haji pada kelompok ini berakibat pada peningkatan jumlah jamaah risti dikarenakan pada umumnya penyakit degeneratif akan mulai muncul diusia 40 tahun. Peningkatan usia akan berdampak terhadap perubahan anatomi dan fisiologis seseorang. Menurut dr. Muhammad Nasir Ruki, Sp.GK, saat tubuh manusia memasuki usia 40 tahun maka akan mengalami penurunan fungsi organ sebesar 20% yang berdampak terhadap kebugaran seseorang. Hal ini sejalan dengan penelitian sebelumnya, bahwa 54% pasien yang dirawat di ICU RS di Arab Saudi memiliki usia di atas 60 tahun dan risiko kematian akan meningkat seiring berjalannya waktu.5
Jika dilihat distribusi kematian jamaah berdasarkan asal kabupaten/kota jumlah kematian jamaah paling banyak ada di Kabupaten Purbalingga (9 jamaah) disusul Kabupaten Grobogan dan Brebes (masing-masing 5 jamaah), Kab. Semarang, Kendal, Demak dan Cilacap (masing-masing 4 jamaah), kabupaten/kota lainnya seperti yang tersaji pada Gambar 12.


Gambar 12. Distribusi kematian jamaah berdasarkan asal kabupaten/kota

Berdasarkan tempat meninggal hampir sebagian besar jamaah meninggal di Rumah Sakit Arab Saudi (RSAS) yaitu sebesar 66 jamaah (79,5%) dan disusul kematian jamaah di pondokan/hote, Mina, RS rujukan di Indonesia, Posko satelit, Bus, Asrama Haji Donohudan dan Arafah (Gambar 13). Ini terjadi karena jemaah yang wafat merupakan pasien yang dirawat di RSAS sebagai pasien rujukan dari Klinik Kesehatan Haji Indonesia (KKHI) yang memerlukan perawatan intensif. Selain itu, hal yang menjadi perhatian masih adanya jemaah yang wafat di pemondokan, kondisi ini sangat disayangkan mengingat setiap kloter sudah didampingi oleh dokter dan perawat tetapi jumlah tenaga kesehatan yang masih tidak sebanding serta kepadatan jemaah memungkinkan tidak semua jemaah dapat terfasilitasi dengan baik termasuk melakukan rujukan ke rumah sakit.

(Gambar 13. Distribusi kematian jamaah berdasarkan tempat meninggal)


Gambar 14. Distribusi kematian jamaah berdasarkan kategori hari opearsional

Berdasarkan hari operasional jumlah agregat kematian jamaah haji paling banyak terjadi pada pasca Armusna (Hari operasional ke-41 sampai dengan selesai) sebesar 43 jamaah, disusul masa pra Armuzna (hari operasional ke-1 sampai bengan hari ke-36) yaitu sebesar 23 jamaah, dan masa Armuzna (hari ke-37 sampai dengan hari ke-40) sebanyak 17 jamaah. Namun jika dilhat lamanya hari operasional justru kematian jamaah meningkat pada masa Armuzna yakni rata-rata terjadi kematian sebanyak 4 jamaah per hari, kemudian disusul masa pasca Armuzna rata-rata terjadi kematian sebanyak 1-2 jamaah per hari, sedangkan masa pra armina kurang dari 1 jamaah per hari.
Tingginya kematian jamaah pada masa Armuzna dikarenakan pada ibadah puncak, terdapat beberapa faktor yaitu kepadatan massa yang tinggi dan cuaca panas yang ekstrim serta peningkatan aktifitas fisik menyebabkan kelelahan dan kurangnya tidur pada jamaah. Kondisi ini akan memperberat bagi kelompok jamaah risiko tinggi terutama dengan riwayat penyakit kardiovaskular dan penyakit pernafasan. Setiap pelaksanaan haji dilakukan, titik kritis kematian jamaah haji berada pada hari ke 25 sampai dengan hari ke 60. Pada titik waktu tersebut faktor yang harus dikendalikan jamaah haji adalah kelelahan dan kepanasan, jamaah risti perlu diberikan perhatian khusus untuk mengurangi kejadian kematian dan kesakitan, seperti perlu adanya kerjasama antara petugas kesehatan kloter dengan kepala regu agar bisa mengingatkan semua jamaah selalu terhidrasi secara rutin untuk menghindari kelelahan fisik, harus mencari tempat atau alat untuk berlindung dari panasnya cuaca, perlunya untuk selalu menjaga stamina dan mawas diri terhadap kondisi kesehatan diri masing-masing.

E. Kesimpulan

1. Jumlah jamaah embarkasi SOC sebanyak 36.003 jamaah yang terdiri dari 53,6% jamaah perempuan dan 46,4% jamaah laki-laki, jumlah jamaah risti sebesar 87,9% dan jumlah jamaah lansia sebesar 38,7%.
2. Penyakit tertinggi pada pemeriksaan tahap 3 adalah: Hipertensi, gangguan metabolisme lipoprotein, Diabetes noninsulin, kardiomegali, dan penyakit jantung hipertensi. Sedangkan penyakit pada kunjungan poliklinik antara lain: hipertensi, diabetes melitus, gangguan metabolisme lipoprotein dan kardiomegali
3. Selama pemeriksaan haji ditemukan 23 penyakit menular antara lain: konjungtivitis, TB paru aktif, hepatitis, herpes, HIV, tifus dan demam dengue. Terhadap jamaah dengan penyakit menular sudah dilakukan isolasi sampai tidak infeksius. Jamaah dengan TB paru aktif dipulangkan ke daerah (tunda berangkat), sedangkan untuk penyakit hepatitis dan HIV (advanced stage infection) hasil assessment terhadap kondisi fisik dan tingkat infeksiusnya (viral load) masih laik terbang dengan pengawasan dari petugas kesehatan.
4. Jumlah jamaah meninggal sebanyak 83 orang dengan distribusi sebagai berikut: 60% jamaah laki-laki, 83% lansia, 79,5% meninggal di RSAS, masih ada jamaah yang meninggal di pondokan/hotel dan bus, rata-rata kematian masa armuzna 4 jamaah per hari, masa pasca armuzna 1-2 jamaah per hari, dan masa pra armuzna kurang dari 1 jamaah per hari.

F. Saran

Beberapa kebijakan yang bisa dilakukan berdasarkan hasil penelitian ini adalah dengan melakukan penguatan dalam penilaian kesehatan jamaah haji sebelum keberangkatan terutama pada kelompok lansia. Kemudian, pada kelompok jamaah haji yang masuk dalam kategori risiko tinggi harus dilakukan pembinaan dan monitoring kesehatan secara rutin agar tidak menambah derajat keparahan penyakit atau mengalami perbaikan status kesehatan sebelum waktu keberangkatan haji. Dalam upaya untuk mengurangi angka kematian pada saat ibadah haji, perlu dilakukan kerja sama antara tenaga kesehatan dan kepala regu jamaah haji agar bisa saling mengingatkan dalam melakukan proses hidrasi secara rutin terutama pada saat ibadah puncak dan mengingatkan setiap kepala regu untuk memonitoring kesehatan anggota regu nya masing-masing apabila memerlukan bantuan kesehatan darurat.

GAMBARAN KESEHATAN JAMAAH HAJI EMBARKASI SOLO (SOC) PASCA PENERAPAN “HAJI RAMAH LANSIA” TAHUN 2024
Abstrak

Isthitaah kesehatan jamaah adalah kemampuan jamaah dari segi kesehatan yang meliputi pemeriksaan fisik dan mental yang terukur dengan pemeriksaan yang bertanggung jawab agar jamaah dapat menjalankan ibadahnya sesuai dengan perintah agama Islam. Tahun 2023 Kementerian Agama memberangkatan 64% jamaah adalah jamaah usia lanjut dengan angka kematian tahun 2023 melonjak hampir empat kali lipat dibandingkan musim haji Tahun 2022, yaitu 338 kematian per 100.000 jamaah. Tujuan penyusunan artikel ini,untuk mengetahui gambaran kesehatan jamaah haji Embarkasi Solo (SOC) pasca penerapan “Haji Ramah Lansia” Tahun 2024
Penelitian ini merupakan penelitiN deskriptif yang bertujuan untuk mendeskripsikan beberapa karakteristik jamaah haji. Sumber data adalah data sekunder dari aplikasi ASIKHAJI milik Balai Kekarantinaan Kesehatan Kelas I Semarang. Data disajikan dalam bentuk narasi, tabel dan gambar.
Hasil penelitian, jumlah jamaah embarkasi SOC sebanyak 36.003 jamaah yang terdiri dari 53,6% jamaah perempuan dan 46,4% jamaah laki-laki, jumlah jamaah risti sebesar 87,9% dan jumlah jamaah lansia sebesar 38,7%. Penyakit tertinggi adalah: Hipertensi, gangguan metabolisme lipoprotein, Diabetes noninsulin, kardiomegali, dan penyakit jantung hipertensi. Dan di temukan sebanyak 23 penyakit menular antara lain: konjungtivitis, TB paru aktif, hepatitis, herpes, HIV, tifus dan demam dengue. Jumlah jamaah meninggal sebanyak 83 orang dengan distribusi sebagai berikut: 60% jamaah laki-laki, 83% lansia, 79,5% meninggal di RSAS, masih ada jamaah yang meninggal di pondokan/hotel dan bus, rata-rata kematian masa armuzna 4 jamaah per hari, masa pasca armuzna 1-2 jamaah per hari, dan masa pra armuzna kurang dari 1 jamaah per hari.

Kata Kunci : Istithoah, Jemaah, Karakterisitk

DAFTAR PUSTAKA

1. Tri Mutiara Sari, Kurnia Muhajarah. Karateristik Jemaah Haji dan Peran Dinas Kesehatan Kota Semarang dalam Penguatan Istitaah Kesehatan. J Manaj Pendidik Dan Ilmu Sos. 2024;5(3):224-232. doi:10.38035/jmpis.v5i3.1917

2. Deswara P. Isthita’ah Kesehatan Jemaah Haji. J Persada Husada Indones. 2023;10(37):28-36.

3. Sulaiman E, Winarni I, Nasution TH. Nursing Experience of Hajj-Medical Workers of Indonesia in Handling Emergency State of Kendari-Hajj Pilgrims. Malaysian J Nurs. 2019;11(1):38-44.

4. Kemenkes RI. PMK No. 15 Tahun 2016 tentang Isthithaah Kesehatan Jemaah Haji.

5. Febriyanti N, Adisasmita AC, Kunci K, Massa K, Haji Pendahuluan J, Magister Epidemiologi P. Epidemiology Trend of Mortality in Hajj Pilgrims (2017-2023). J Epidemiol Kesehat Indones. 2023;7(2):85-91.

6. Yusri Y, Zulkarnain M, Sitorus RJ. Faktor Faktor yang Mempengaruhi Kebugaran Calon Jemaah Haji Kota Palembang Tahun 2019. J Epidemiol Kesehat Komunitas. 2020;5(1):57-68. doi:10.14710/jekk.v5i1.6911

You may also like...