Implementasi SKDR di Kantor Kesehatan Pelabuhan
Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon (SKDR) adalah suatu sistem yang dapat memantau perkembangan kejadian suatu penyakit menular potensial KLB/wabah dari waktu ke waktu, dan dapat memberikan sinyal peringatan (alert) kepada petugas bila angka kejadian kasus telah melebihi ambang batasnya, sehingga mendorong adanya respons terhadap sinyal tersebut. Alert atau sinyal peringatan dini yang muncul pada sistem bukan berarti sudah terjadi KLB tetapi merupakan pra-KLB yang mengharuskan petugas untuk melakukan respon cepat agar tidak terjadi KLB. Pada prinsipnya, adanya SKDR ini merupakan pengamalan prinsip-prinsip surveilans kesehatan secara teknis di lapangan.
Tujuan penyelenggaraan Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon adalah sebagai berikut:
- Menyelenggarakan deteksi dini KLB penyakit menular berpotensi KLB
- Memberikan input kepada program dan sektor terkait untuk melakukan respon pengendalian penyakit menular berpotensi KLB
- Meminimalkan kesakitan dan atau kematian akibat penyakit menular berpotensi KLB.
- Memonitor kecenderungan atau tren penyakit menular berpotensi KLB.
- Menilai dampak program pencegahan dan pengendalian penyakit menular berpotensi KLB.
SKDR diciptakan untuk mencegah penyebaran penyakit sedini mungkin. Dalam lingkup internasional, SKDR merupakan implementasi amanat International Health Regulation (IHR) yang mensyaratkan setiap negara anggota WHO mempunyai 8 kapasitas inti yaitu Legislasi dan Kebijakan, Koordinasi, Surveilans, Kesiapsiagaan, Respons, Komunikasi Risiko, Sumber Daya Manusia, dan Laboratorium. SKDR dapat merepresentasikan seluruh kapasitas inti IHR yang harus dimiliki baik kapasitas inti di pintu masuk antar negara/wilayah (Pelabuhan/Bandara/Pos Lintas Batas Darat Negara) serta kapasitas di wilayah (mulai dari Puskesmas sampai di tingkat nasional/Kemenkes). Sehingga Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) merupakan salah satu unsur di dalam implementasi SKDR sebagai pelaksanaan kapasitas inti di pintu masuk antar negara/wilayah. Sedangkan dalam lingkup nasional, SKDR merupakan amanat UU Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, dimana berdasarkan pasal 352 ayat 2 disebutkan bahwa kegiatan kewaspadaan KLB, penanggulangan KLB, dan pasca KLB, dilaksanakan secara terkoordinasi, komprehensif, dan berkesinambungan, di wilayah, pintu masuk, dan pelabuhan atau bandar udara yang melayani lalu lintas domestik.
SKDR di Indonesia menggunakan sistem berbasis website, dengan mekanisme pelaporannya yaitu mulai dari Puskesmas yang melaporkan kasus/penyakit potensi KLB/Wabah melalui kunjungan Puskesmas atau berdasarkan laporan dari masyarakat maupun faskes di wilayah kerjanya. Unit pelapor juga berasal dari Rumah Sakit, Laboratorium, dan Kantor Kesehatan Pelabuhan. Kemudian laporan dari unit pelapor baik yang berasal dari Puskesmas, Rumah sakit, Laboratorium, dan Kantor Kesehatan Pelabuhan akan dilakukan verifikasi oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Dan Dinas Kesehatan Povinsi akan memeriksa format serta memberikan umpan balik dari laporan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Demikian juga Kementerian Kesehatan akan melakukan analisis dan umpan balik secara nasional dari data yang terhimpun di tiap provinsi.
Di dalam SKDR, terdapat 24 kasus/penyakit yang menjadi fokus pengawasan dan harus segera dilaporkan dan diinput dalam aplikasi SKDR. Kasus/penyakit tersebut yaitu: diare akut, malaria, tersangka dengue, pneumonia, diare berdarah/disentri, tersangka demam tifoid, sindrom jaundice akut, tersangka chikungunya, tersangka flu burung, tersangka campak, tersangka difteri, tersangka pertusis, AFP (lumpuh layuh mendadak), kasus gigitan hewan penular rabies, tersangka antraks, tersangka leptospirosis, tersangka kolera, klaster penyakit yang tidak lazim, tersangka meningitis/ensepalitis, tersangka tetanus neonatorum, tersangka tetanus, ILI (Influeza Like Illness), tersangka HFMD (Hand, Foot, Mouth Disease), dan Covid-19.
Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) berperan mengumpulkan dan mengolah data dan informasi penyakit berpotensi KLB dan kondisi rentan KLB di wilayah kerjanya dengan bekerjasama dengan Dinas Kesehatan Provinsi dan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
Dalam hal terjadi ancaman KLB, KKP perlu melaporkan sesegera mungkin kepada Dinas Kesehatan Provinsi, Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, serta Kementerian Kesehatan. KKP juga beperan dalam menyiapkan tim penyelidikan dan penanggulangan KLB, cadangan obat, sarana penunjang penyelidikan dan penanggulangan KLB, penyediaan media komunikasi dan konsultasi, serta jejaring SKD-KLB.
Di dalam aplikasi SKDR, terdapat 2 menu utama pelaporan, yaitu menu EBS (Evidence Based Surveillace) dan menu SKDR. Menu EBS merupakan pelaporan yang berbasis kejadian yang harus segera dilaporkan sedangkan yang masuk dalam menu SKDR adalah pelaporan rutin kasus penyakit atau yang biasa disebut sebagai IBS (Indicator Based Surveillance). KKP dalam melakukan penginputan kasus/penyakit potensi KLB/wabah yaitu pada menu EBS. Jadi ketika KKP menemukan kasus/penyakit potensi KLB/wabah terutama pada pelaku perjalanan atau masyarakat yang melakukan aktifitas di lingkungan bandara/pelabuhan maka KKP harus menginput di menu EBS kemudian laporan tersebut akan diverifikasi dan ditindaklanjuti oleh Dinas Kesehatan Kab/Kota, serta Dinas Kesehatan Provinsi maupun Kementerian Kesehatan untuk dilakukan umpan balik.
Manfaat penerapan SKDR di KKP yaitu dapat mengetahui peta risiko penyakit potensi KLB/Wabah dan melakukan pemantauan trend penyakit yang sedang terjadi di seluruh wilayah kerja KKP. Selain itu dengan melaporkan kasus/penyakit potensi KLB/Wabah ke dalam aplikasi SKDR, maka tercipta jejaring surveilans antara Pelabuhan/Bandara/PLBDN dengan wilayah (Kab/Kota/Provinsi), sehingga respon penanganan terhadap suatu kasus penyakit dapat dilakukan dengan cepat dan tepat.
Penulias : Ariyanto, SKM., M. Kes (Epid)