Hidup berdampingan dengan COVID-19: Kenali dan Cegah Penyakitnya, Atasi Gejalanya, Kembalikan Fungsinya Semula
Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) seperti yang telah kita ketahui merupakan penyakit infeksi yang saat ini termasuk merupakan penyakit yang menjadi perhatian seluruh kalangan, baik nasional maupun internasional. Angka kesakitan dari penyakit ini sendiri tidak dapat kita katakan rendah, justru malah semakin hari, semakin banyak yang terjangkit penyakit ini. Berbagai upaya telah dilakukan dalam hal mencegah COVID-19 agar tidak semakin menyebar dan menyebabkan peningkatan angka kesakitan dan angka kematian pada seluruh belahan dunia.
Pemerintah Indonesia beserta jajarannya bersama sama dengan masyarakat telah melaksanakan beberapa program untuk pencegahan dan penanganan penyakit yang ditandai dengan gejala demam, malaise, anosmia, batuk, sesak napas, mual, muntah dan gangguan muskulo-skeletal ini. Pencanangan program vaksinasi oleh pemerintah Indonesia merupakan salah satu upaya yang telah dilakukan dengan urutan sesuai prioritas populasi berisiko tertular COVID-19. Di dalam pelaksanaan program vaksinasi ini yang perlu untuk diperhatikan adalah vaksinasi tidak menyebabkan seseorang menderita COVID-19, seringkali seorang pasien yang kurang memahami akan apa manfaat dan cara kerja vaksin cenderung menyalahkan tenaga kesehatan maupun fasilitas pemberi layanan kesehatan berupa vaksin sebagai penular penyakit ini. Perlu ditekankan bahwa penyakit ini (COVID-19) memerlukan waktu inkubasi dalam perjalanannya hingga dapat menyebabkan seseorang sakit. Sebagai contoh adalah apabila ada seseorang menerima vaksinasi COVID-19 kemudian esok harinya terdiagnosis menderita COVID-19 maka sebenarnya virus COVID-19 ini telah ia terima 7-3 hari sebelumnya bahkan mungkin virus tersebut dia terima 14 hari sebelumnya, dan baru menyebabkan gejala dan dikenali sehari setelah mendapatkan vaksinasi.
Pencegahan lain yang dapat dilakukan adalah dengan menghindari kontak dengan virus tersebut, dimulai dari upaya memakai masker, menjaga jarak antar sesama, menghindari kontak fisik termasukmenghindari kerumunan, dan penerapan pola hidup bersih dan sehat minimal dengan selalu mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir atau penggunaan handsanitizer.
Dalam penatalaksanaan pasien COVID-19 terdapat 2 (dua) klasifikasi yaitu pasien COVID-19 yang dapat diterapi di rumah dan pasien COVID-19 yang memerlukan penanganan lebih lanjut di rumah sakit. Perlu kita ketahui patofiologi dari penyakin infeksi ini yang utama untuk dapat selanjutnya mengembalikan kondisi tubuh sehingga sebaik mungkin mendekati fungsi normalnya. COVID-19 ini disebabkan oleh virus yang menyebabkan terjadinya perpanjangan fase inflamasi pada sel targetnya, kemudian terjadi kerusakan fungsi sel dan selanjutnya dapat berakibat pada gangguan fungsi sel baik akibat proses infeksinya, maupun akibat skuale post infeksinya. Sel target dari virus ini terutama adalah sel parenkim paru, sehingga dapat menyebabkan kerusakan parenkim paru yang menjadi kan terbentuknya scar pada paru ataupun selama proses infeksi terjadi hypoksia kronis akibat gangguan fungsi sel parenkim paru dimana kedua hal ini berakibat pada penurunan oksigen dari sel-sel di dalam tubuh.
Beberapa upaya yang dapat dilakukan dalam penatalaksanaan infeksi ini pada saat dalam fase akut infeksi dengan terapi di rumah adalah dengan : Isolasi mandiri, hindarkan diri kita dari orang lain, gunakan peralatan makanan sekali pakai-atau pribadi, desinfeksi lingkungan sesering mungkin dan terapkan PHBS termasuk cuci tangan dengan air mengalir dan sabun.
Pantau kesehatan diri, pantau suhu tubuh secara teratur, pantau saturasi oksigen secara rutin, pantau dan pastikan tidak ada perburukan gejala serta pastikan tidak ada gejala penyerta dan istirahat yang cukup serta pendampingan nutrisi yang baik termasuk hidrasi cairan yang baik. Lakukan upaya untuk melatih pernapasan, lakukan olahraga ringan dan gerakan gerakan kecil untuk melatih otot tubuh dan otot pernapasan, posisikan tubuh istirahat dengan elevasi kepala dan tubuh bagian atas, lakukan perubahan posisi istirahat menjadi tengkurap secara berkala, lakukan latihan pursed-lips breathing dan diaphragmatic breathing.
Berikan pengobatan suportif pada pasien dengan obat penurun demam, pereda gejala mual, batuk dan lainnya yang dapat dibeli secara bebas di apotek sesuai anjuran dokter/petugas layanan kesehatan pemantau COVID-19 di wilayah tempat tinggal.
Apabila dengan upaya di atas setelah 7 sampai 14 hari tidak ada perbaikan segera konsulkan pada petugas medis, apabila ada tanda gejala perburukan maka harus segera dibawa ke fasilitas kesehatan lebih lanjut karena mungkin perlu adanya perawatan intensif.
Pada pasien COVID-19 baik yang tanpa gejala, gejala ringan, maupun sampai gejala berat, seringkali terdapat keluhan setelah dinyatakan sembuh. Keluhan keluhan ini biasanya terkait dengan kemampuan tubuh dan kualitas pernapasan. Pada keluhan mengenai kemampuan tubuh, sering terdapat keluhan cepat lelah dan merasa kurang bertenaga, hal ini mungkin terjadi karena tubuh masih memerlukan waktu untuk dapat mengembalikan kondisi fungsinyaseperti semula. Pada keluhan kualitas pernapasan sering didapatkan rasa atau sensasi napas pendek dan sesak napas pada saat beraktivitas.
Perlu diketahui pada pasien COVID-19 organ tubuh utama yang menjadi target adalah paru-paru sehingga pastilah yang memiliki efek/dampak terbesar adalah paru-paru. Paru-paru tidak sama seperti otot yang dapat dilatih secara bertahap untuk mengembalikan fungsinya seperti sedia kala, paru-paru lebih mirip seperti balon yang dalam proses kembang-kempisnya murni akibat proses aktif bagian tubuh lain.
Pemulihan kapasitas dan kemampuan paru-paru setelah terinfeksi COVID-19 dapat dilakukan dengan beberapa adjuvant terapi seperti dengan : Latihan Pernapasan, latihan pursed-lips breathing dengan carapengambilan napas panjang melalui hidung dan mengeluarkannya melalui mulut seperti gerakan meniup lilin merupakan salah satu latihan pernapasan untuk meningkatkan kemampuan paru-paru dengan melatih otot ekstra pernapasan. Latihan pernapasan diafragma atau pernapasan perut seperti pada penyanyi dengan mengembungkan perut atau gerakan diafragma juga meningkatkan kondisi paru karena otot diafragma jadi lebih terlatih.
Latihan fisik, latihan fisik kardio ringan seperti berjalan cepat, lari, bersepeda, lompat tali serta kombinasi gerakan fisik dengan olah pernapasan seperti taichi telah terbukti meningkatkan fungsi paru karena otot pernapasan terlatih dan pemaksimalan pengembangan paru dengan pemanjangan inspirasi dan ekspirasi. Terapi adjuvant lain seperti Hyperbaric Oxygen Therapy
Pada terapi oksigen hiperbarik, tekanan parsial oksigen yang tinggi pada pernapasan sesuai hukum Henry yang merupakan hukum dasar dalam pertukaran gas di dalam alveolus paru, dapat menjadi salah satu upaya dalam meningkatkan saturasi dan oksigen konten dalam sel darah, plasma dan jaringan. Peningkatan kelarutan oksigen di dalam alveolar dalam kondisi hiperoksihiperbarik dapat menembus barikade inflamasi pada membran paru sehingga meningkatkan laju difusi oksigen, peningkatan kelarutan oksigen di dalam plasma, peningkatan saturasi oksigen dalam hemoglobin dan peningkatan hantaran oksigen dalam mikrosirkulasi dan jaringan. Peningkatan kelarutan oksigen dalam plasma ini lebih cepat berpengaruh terhadap difusi oksigen dalam jaringan daripada melalui hantaran hemoglobin.
Beberapa negara yang telah menggunakan HBOT ini sebagai terapi adjuvant dalam penanganan COVID-19 maupun pengembalian fungsi paru post COVID-19 adalah Amerika Serikat dan China dengan dosis 2 ATA selama 90 menit dalam 1-6 kali terapi. Terbukti dapat menurunkan angka pengggunaan ventilator pada pasien COVID-19 dan pengembalian kemampuan paru pada pasien post COVID-19. Sehingga dapat pula dipertimbangkan salah satu olahraga yang dapat digunakan untuk pengembalian fungsi paru ini adalah SCUBA/penyelaman dengan oksigen murni didampingi tender berpengalaman untuk dapat menyelam dengan kedalaman 10 m air laut dengan bottom time 90 menit dalam 1-6 kali sesi latihan.
Dengan upaya-upaya tersebut di atas baik dari pengenalan, pencegahan, pentalaksanaan selama terinfeksi dan program pemulihan setelah infeksi, diharapkan angka kesakitan di masyarakat dapat berkurang serta keluhan dari pasien selama dan setelah sembuh dari infeksi COVID-19 ini dapat lebih teratasi.
Penulis : dr. Cokroningrum Dewi Windarsih
Daftar Pustaka
1.Sofia W, Guritno S, Naura R. Hyperbaric Oxygen Therapy for Happy Hypoxia in COVID-19 Patient, Why is it Better?. Advances in Health Sciences Res., vol. 30, pp.110-124,2020,doi: 10.2991/ahsr.k.201125.020
2.Johns Hopkins Medicine. COVID-19 lung damage. Updated April 12, 2021.
3.Tonella RM, Ratti LDSR, Delazari LEB, et al. Inspiratory muscle training in the intensive care unit: a new perspective. J Clin Med Res. 2017;9(11):929-934. doi:10.14740/jocmr3169w