BURNOUT
Beberapa waktu kemarin kita sering membaca atau mendengar istilah “burnout”. Istilah tersebut ramai dibahas terutama oleh kaum pekerja. Pembahasan dan diskusi untuk menanggapi fenomena burnout berkaitan dengan kelelahan karena jam kerja atau aktifitas kerja.
Bila menilik Peraturan Pemerintah No. 50 tahun 2012 tentang penerapan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja (SMK3). Pengertian keselamatan dan kesehatan kerja (K3) adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi keselamatan dan kesehatan tenaga kerja melalui upaya pencegahan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja. Dalam banyak kejadian di instansi, perkantoran maupun perusahaan mungkin sudah menerapkan SMK3 tersebut untuk perlindungan dan pencegahan kecelakaan kerja. Namun yang sering terlupakan adalah penerapan pencegahan kelelahan kerja atau burnout.
Sebelum kita masuk lebih dalam mengenai burnout, ada baiknya melihat fenomena budaya baru di lingkup pekerja, tren ini tidak hanya terjadi di negeri kita. Di banyak kota besar, bahkan sudah menjadi fenomena global muncul istilah “hustle culture”. Sebuah gaya hidup baru di kalangan milenial yang menganggap dirinya akan sukses jika terus melakukan pekerjaan dan memiliki sedikit waktu untuk beristirahat. Faktanya berdasarkan penelitian dari The Deloitte Global terhadap 46 negara pada 14.800 an gen Z dan 8.400 an milenial dibulan November 2021 dan Januari 2022, ternyata 46% gen Z dan 41% milenial merasa stress sepanjang waktu.
Memang stress di tempat kerja terkadang diperlukan untuk menumbuhkan semangat bekerja, sehingga menjadi lebih baik dalam pekerjaan dan lebih berkembang. Namun bila stress tidak diatasi dengan tepat bukan hanya jadi penghalang performa kerja, tapi juga berdampak buruk pada kesehatan dan kehidupan pribadi.
Dari pembahasan di atas bisa diambil benang merahnya. Stres pada kondisi normal bisa dijadikan penumpu dalam menumbuhkan semangat kerja, namun bila melebihi kondisi normal akan bermasalah. Jika dibiarkan tanpa diatasi dan akan bertambah, sampai terlalu banyak beban stres yang tidak terhitung pada seorang pekerja. Dalam tahap tersebut kondisi stres sudah berubah menjadi burnout.
Berikut perbedaan gejala stres kerja dan burnout
Ciri-ciri burnout secara fisik :
1. Merasa lelah sepanjang waktu
2. Sering merasa sakit kepala dan pegal-pegal
3. Gangguan tidur
4. Aktifitas sehar-hari menguras energi lebih banyak dibandingkan sebelumnya
5. Nafsu makan menurun
6. Daya tahan tubuh menurun, akibatnya mudah terserang penyakit
Secara emosional, kondisi burnout dapat dideteksi dari hal berikut :
1. Tidak termotivasi
2. Meragukan diri
3. Mudah marah
4. Sering menangis
5. Kecewa dengan diri sendiri
6. Merasa kesepian
7. Kurangnya rasa empati
8. Merasa hampa
9. Merasa selalu ada yang salah
10. Berpikiran negatif terhadap segala hal
Ciri-ciri burnout secara perilaku :
1. Lari dari tanggung jawab
2. Mengisolasi diri
3. Menunda-nunda pekerjaan
4. Menyalahkan orang lain
5. Penurunan performa
6. Sering membuat konflik dengan orang lain
7. Menggunakan obat-obatan (konsumsi minuman ber alkohol)
8. Sering telat
Di Jepang kelelahan kerja diistilahkan dengan “karoshi” yang identik dengan istilah “gwarosa” di Korea. Istilah tersebut merujuk pada kelelahan kerja yang brujung pada risiko kematian. WHO dan ILO menyatakan jumlah kematian akibat kelalahan kerja mencapai 745.000 jiwa (74,5%) dari 1,9 juta kematian di 183 negara. Korban karoshi di Jepang pada tahun 2019 sebesar 1940 jiwa. (1) Di negara kita sudah pernah terjadi seorang kurir pengantaran online diduga meninggal karena kelelahan. (2)
Berikut bagan penjelasan sindroma burnout
Lalu, bagaimana cara mengatasi burnout? Setidaknya ada 5 hal yang bisa dilakukan :
1. Buat skala prioritas (pekerjaan)
2. Kurangi ekspektasi dan tingkatkan apresiasi diri
3. Konsultasikan dengan atasan dan bagian kepegawaian (mekanisme coaching)
4. Berbagi (sharing) dengan keluarga atau teman dekat
5. Tingkatkan spiritualitas, lakukan meditasi atau yoga
Pencegahan tentu saja lebih baik. Sebelum terjadi level burnout bila dirasa sudah lelah dalam pekerjaan atau mulai hilang fokus, bisa dilakukan tips berikut :
Melakukan teknik 20-20-20
Lakukanlah istirahat selama 20 menit dilanjutkan dengan melihat benda pada jarak 20 kaki (6 m) selama 20 detik.
Melakukan peregangan
Dilakukan agar otot lebih rileks untuk mengurangi risiko sakit leher dan punggung
Melakukan teknik pernafasan
Dengan cara menarik nafas dalam-dalam melalui hidung dan membuang nafas melalui mulut
Minum air putih
Minumlah air yang cukup supaya dapat memperlancar sirkulasi dan oksigen dalam tubuh
Mencari udara segar
Tinggalkan ruang kerja kita sejenak dengan mencari udara yang lebih segar supaya pikiran kita lebih tenang
Semoga bermanfaat…
*artikel ini merupakan pengembangan dari materi yang disampaikan dalam Forum P2K3 Bandara Jenderal Ahmad Yani Semarang pada tanggal 26 Maret 2024
Sumber :
(1). https://nationalgeographic.grid.id/read/13944320/karoshi-kematian-warga-jepang-karena-terlalu-banyak-bekerja?page=all
(2). https://health.detik.com/berita-detikhealth/d-6571714/viral-diduga-picu-kurir-meninggal-mengapa-kelelahan-bisa-berujung-kematian