KKP KELAS II SMARANG MERESPON SITUASI KHUSUS BENCANA GEMPA CIANJUR

Gempabumi Cianjur terjadi pada tanggal 21 November 2022 pukul 13:21:10 WIB. Episenter gempa berada di 10 kilometer barat daya Kabupaten Cianjur, Provinsi Jawa Barat dan kedalaman 11 km dengan magnitudo 5,6. Sampai tanggal 28 November 2022, pukul 07:00 WIB, BMKG telah mencatat 297 gempa susulan dengan magnitudo terbesar M4,2 dan terkecil M1,0 (Gambar 1).

Pemicu gempa adalah patahan Cugenang, patahan yang baru teridentifikasi dalam survei yang dilakukan BMKG. Patahan Cugenang membentang sepanjang kurang lebih 9 kilometer dan melintasi sedikitnya 9 desa antara lain 8 desa di Kecamatan Cugenang yaitu Desa Ciherang, Desa Ciputri, Cibeureum, Nyalindung, Mangunkerta, Sarampad, Cibulakan, dan Desa Benjot. Satu desa terakhir, Nagrak, lokasinya di dalam wilayah Kecamatan Cianjur.

Pemutakhiran data BNPB sampai dengan 13 Desember 2022 korban meninggal dunia 335 jiwa, 30 jiwa dalam perawatan luka-luka, 8 jiwa masih dalam pencarian dan 114.683 jiwa mengungsi ke beberapa titik. Kerugian infrastruktur 56.548 unit rumah alami kerusakan. Infrastruktur lain seperti 544 sekolah, 281 tempat ibadah, 18 fasilitas kesehatan, dan 18 gedung atau kantor rusak akibat gempa, serta terdapat 16 kecamatan terdampak.

SK Bupati Cianjur Nomor: 360/KEP.376-BPBD/2022 menetapkan status tanggap darurat bencana berlangsung selama 30 hari sejak tanggal 21 November sampai dengan 20 Desember 2022. Dalam upaya pemulihan dan penanggulangan bencana gempa bumi di Cianjur, sesuai Surat Dirjen P2P Nomor: SR.01.02/C/5593/2022 tanggal 23 November 2022 perihal Dukungan Tenaga dan Logistik Bencana Cianjur, maka Kantor Kesehatan Pelabuhan turut serta dalam mengirimkan tim bantuan. KKP Semarang selama masa tanggap darurat menerjunkan 3 tim secara bertahap. Tim pertama mulai tanggal 24 November sampai dengan 2 Desember 2022, dilanjutkan oleh tim kedua sampai dengan 8 Desember 2022, lalu tim terakhir sampai dengan 15 Desember 2022. Masing-masing tim beranggotakan 4 orang terdiri dari 2 tenaga medis (dokter dan perawat) dan 2 tenaga penunjang (surveilans epidemiolog/ sanitarian/entomolog dan teknis lain).

Gambar 3. Tim 2 dan Tim 3 KKP Semarang (dari kiri-kanan : Kabul Bayu Saputra, Osa Nugraha, Bethari Bunga P, Eka Oktaviarini, Yuninda Fajar KH, Ardi Prasetiyo, Khamim Mubarok, Lilik Setiawan)

Tim berkoordinasi dengan krisis center bencana di pendopo kabupaten Cianjur terkait mobilisasi tenaga kesehatan. Dengan demikian semua daerah-daerah terdampak yang terisolir yang membutuhkan pelayanan kesehatan bisa mendapatkan pelayanan kesehatan. Selain itu, semua relawan kesehatan baik dokter, tenaga kesehatan lingkungan, gizi, dan sebagainya bisa terdata dan ditempat di wilayah yang benar-benar membutuhkan tenaga kesehatan.

Pelayanan kesehatan yang diberikan antara lain pemeriksaan dan pengobatan, pemberian suplemen anak dan balita, penyaluran hygiene sanitary kit dari UNICEF dan surveilans lingkungan dalam rangka pengendalian faktor risiko lingkungan yang berpotensi menimbulkan penyakit menular atau bahkan KLB pasca gempa. Pemeriksaan faktor lingkungan yang dilakukan adalah pemeriksaan kualitas air, pemeriksaan pengelolaan sampah di sekitar posko pengungsian, serta pengamatan dan pengendalian vektor.

Gambar 4. Kegiatan Pelayanan Kesehatan oleh Tim KKP Semarang

Tabel 1. Sebaran Wilayah Pelayanan Kesehatan Tim 3 KKP Semarang

No Nama kampung/ desa terdampak Jumlah pengungsi
1 Kp. Kedunghilir RT 03 RW 03 Desa Sukamanah 240 jiwa
2 Kp. Pasirmuncang RT 04 RW 02 Desa Wangunjaya 389 jiwa
3 Kp. Pameungpeuk RW 03 Desa Cijedil 650 jiwa
4 Kp. Lembursawah RT 02 RW 04 Desa Sukamanah 420 jiwa
5 Kp. Sayangkaak RT 02 RW 05 Desa Nyalindung 132 jiwa
6 Kp. Babakan RT 02 RW 03 Desa Nyalindung 223 jiwa

Tim 3 KKP Kelas II Semarang ditempatkan di daerah terdampak yang masuk dalam wilayah Puskesmas Cijedil, Kecamatan Cugenang. Rata-rata usia pengungsi yang diberikan pelayanan kesehatan adalah 53 tahun. Usia termuda merupakan bayi berusia 15 hari, sedangkan usia tertua adalah 100 tahun. Kelompok usia paling besar persentasenya adalah kelompok usia > 45 tahun, sedangkan yang paling sedikit adalah kelompok di bawah 1 tahun. Jumlah pengungsi laki-laki kurang lebih 0,5 kali jumlah perempuan. Kegiatan dilakukan pada pagi hingga siang hari (waktu produktif) dimana sebagian besar laki-laki bekerja di kebun/ ladang sehingga jumlah laki-laki yang memeriksakan diri lebih sedikit daripada jumlah perempuan (Gambar 5).

Tabel 2. Hasil pemeriksaan faktor lingkungan di wilayah pengungsian
Jenis Faktor Lingkungan

No Wilayah Pengungsian Air Bersih Sampah Sanitasi Keberadaan Nyamuk Keberadaan Lalat Keberadaan Tikus
1 Kp. Kedunghilir RT 03 RW 03 Desa Sukamanah Ada Tidak Ada Bersih Tidak Ada Ada Tidak Ada
2 Kp. Pasirmuncang RT 04 RW 02 Desa Wangunjaya Ada Ada Bersih Tidak Ada Ada Tidak Ada
3 Kp. Pameungpeuk RW 03 Desa Cijedil Ada Ada Bersih Tidak Ada Ada Tidak Ada
4 Kp. Lembursawah RT 02 RW 04 Desa Sukamanah Tidak Ada Ada Bersih Tidak Ada Ada Tidak Ada
5 Kp. Sayangkaak RT 02 RW 05 Desa Nyalindung Ada Ada Bersih Tidak Ada Ada Tidak Ada
6 Kp. Babakan RT 02 RW 03 Desa Nyalindung Tidak Ada Ada Bersih Tidak Ada Ada Tidak Ada

Sumber air bersih yang digunakan oleh pengungsi berasal dari sumber irigasi sungai, sumur bor, atau mata air pegunungan. Bagi wilayah pengungsian yang tidak ada sumber air bersih biasanya mengambil dari masjid/ musholla atau warga lain yang memiliki sumber air. Lebih lanjut informasi ketersediaan air bersih diteruskan ke puskesmas agar dapat ditindaklanjuti.

Pengendalian risiko lingkungan yang dilakukan oleh tim KKP Semarang antara lain spraying tempat yang berpotensi sebagai perindukan lalat. Umumnya sampah-sampah yang dihasilkan oleh pengungsi dikumpulkan menjadi satu di plastik kemudian esok harinya akan diambil oleh petugas sampah. Di salah satu wilayah pengungsian juga terdapat tempat pembuangan akhir sampah karena petugas sampah tidak rutin datang ke wilayah tersebut. Komunikasi risiko diberikan kepada pengungsi yang memiliki TPSA agar lebih menjaga kebersihan dan sanitasi wilayah pengungsian, serta menempatkan dapur umum tidak berdekatan dengan TPSA demi menjaga higiene makanan.

Gambar 8. Kegiatan pengendalian risiko lingkungan oleh Khamim Mubarok, SKM

Penulis : Eka Oktaviarini, SKM

You may also like...